loker di Sari Roti


 Dibesarkan oleh ibu yang bekerja kantoran, membuat saya tumbuh menjadi anak perempuan yang punya cita-cita jadi wanita karir yang sukses.


Kerja di gedung tinggi, mengenakan setelan jas dengan sepatu pantovel yang keren, itulah yang ada di benak saya sejak kecil. 

Entahlah, saya dulu bahkan sama sekali nggak pernah berpikir, bagaimana kalau nantinya saya menikah dan punya anak?

Padahal ya, dulunya saya sering banget kelaparan sepulang sekolah, hanya karena mama belum pulang ngantor, dan belum ada yang masak.

Saya bahkan tumbuh, dengan diam-diam kagum sama wanita bekerja, dan merasa kalau seorang ibu bekerja di luar itu level kerennya jauh lebih tinggi.

Saya seolah lupa, ketika malam-malam harus tidur ketakutan bersama almarhum adik saya, hanya karena mama harus meninggalkan kami, untuk menolong orang melahirkan di rumahnya masing-masing.

Saya juga seolah lupa, bagaimana rasanya takut, bingung dan kesepian, ketika mama harus menginap karena ada kegiatan kerjaannya di tempat lain.

Yang ada di benak saya, adalah heran dan kesal melihat bapak selalu marah, ketika mama selalu pegi malam-malam meninggalkan kami, karena menolong ibu melahirkan.

Sampai akhirnya saya kenal keluarga sang pacar, ibunya adalah seorang ibu rumah tangga, dan sang pacar dibesarkan oleh seorang ibu rumah tangga.

Dan ada satu momen, di mana saya merasa kalau ternyata mama saya yang merupakan ibu bekerja atau wanita karir, bukanlah satu-satunya yang keren dengan profesinya.
Tapi, ibu si pacar yang merupakan ibu rumah tangga juga hebat, bahkan terhebat dalam pikiran saya.

Keluarga si pacar tumbuh dalam kehangatan keluarga yang di mata saya jauh lebih utuh.
Di mana, ada ayah yang bertanggung jawab dan penuh wibawa.
Ada ibu yang memastikan si pacar dan saudara-saudaranya selalu sehat dan nggak kekurangan apa-apa setiap saat.

Cerminan keluarga yang sempurna di mata saya.
Lalu, pikiran saya kembali ke masa lalebelum mama menjadi wanita karir.

Dulu, ketika masih tinggal di Minahasa, mama adalah seorang istri yang keseharian di rumah saja.
Bapaklah yang bertanggung jawab mencari nafkah.

Karenanya, masa kecil sebelum mama bekerja adalah, sebuah masa yang indah dalam pikiran saya.
Mama selalu mengurus saya dan kakak dengan baik.
Gigi susu kami tumbuh sehat, rambut kami juga bagus.

Ketika malam, mama sering menceritakan kami dongeng yang biarpun diulang-ulang, selalu terasa asyik untuk didengarkan.

Ketika mulai bersekolah, selalu semangat berangkat sekolah, karena perut kenyang oleh sarapan yang enak, berangkat dengan mengenakan pakaian bersih, rapi, dan tampilan menarik dengan rambut rapi karena diikat oleh mama.
Dan semua hal itu, tak lagi bisa saya rasakan, ketika mama mulai harus bekerja di luar rumah.   

Belum ketambahan, karena bapak jadi makin sering marah-marah, yang setelah dewasa saya mulai memaklumi, beliau marah karena merasa stres sendiri, sebagai kepala keluarga, tapi nggak bisa lagi menafkahi sepenuhnya, seperti ketika masih di Minahasa.

Komentar