longan pertama. Saya yang sedang jongkok di samping mbaknya memberikan pijatan ala kadarnya. Saya pijat aja telapak tangannya, sela-sela antara jempol dan jari telunjuk. Segala macam minyak angin diberikan kepada si mbak agar segera baikan.
“Mbak, bangun, Mbak.. makan dulu, mbak” kata saya. Gelagat si mbaknya mulai tidak jelas. Pak dokter bergumam pelan yang kurang lebih begini, “Ini bukan pingsan, ini. Mbaknya kenapa-napa, ini..”
Kata ‘Kenapa-napa’ yang diucapkan Pak dokter membuat saya otomatis merinding.
Kena Marah Nenek Penjaga Gedung
Tanpa diduga, suara si mbak yang tadinya menangis, berubah menjadi tertawa cekikik yang melolong tinggi. “Kikikiki…. kikiki… kikiki…” tafsirkan sendiri lah ya kayak apa. Makin lama, suaranya agak berat dan kuping saya mendengar sendiri persis suara nenek-nenek tertawa.
Bayangkan hampir jam sebelas malam, ada suara begituan. 100 orang itu banyak, tapi kalau berada di ruangan yang muat ribuan orang, jadinya terlihat segelintir saja. Apalagi di ruangan lain lampunya sebagian dimatikan.
Awalnya saya pikir ada teman yang memainkan suara kuntilanak seperti yang ada di tivi-tivi sebagai bahan candaan.
Semakin lama, suara cekikikan itu makin kencang. Semua orang yang ada di sana makin was-was. Sebagian panitia ada yang kasak kusuk memanggil orang pintar. Pak dokter yang sedang berusaha akhirnya bicara, “Assalamu Alaikum, Mbah. Jenengan sinten? Tolong jangan di sini, Mbah. Pergi, Mbah!”
Pada tahap ini saya langsung menghindar agak menjauh. Tapi banyak teman yang mengerubung berusaha memberikan bantuan. Baru kali ini saya melihat langsung makhluk tidak kelihatan masuk dalam diri manusia.
“Ngapunten, Mbah, jangan di sini. Orang ini tidak salah apa-apa. Tolong mbah pergi, ya” kata Pak dokter.
Si Mbah terdiam. Tapi diamnya si Mbah menakutkan. Tak lama kemudian dia berkata dengan nada protes, “Kowe rame karepe dewe nang kene. Iki omahku. Gak nuwun sewu!” (Kalian ramai di sini. Ini rumahku. Mengapa tidak minta ijin). Logatnya persis perempuan Jawa tulen. Penekanan suaranya medhok.
Akhirnya kami paham. Keberadaan kami telah mengganggu ketenangan si mbah. Tapi dalam hati kecil saya sempat tidak percaya. Hantu kok bisa ngomong panjang seperti ini.
“Nyuwun ngapunten, Mbah, kalau ramai. Tapi tolong, Mbah keluar dari orang ini, ya”
“Emoh!” (Tidak mau!). Terdengar suara si Mbah marah.
Hayyah, suasana makin ngeri. Saya makin deg-degan. Kalau mau jahat saya bisa aja berlari keluar gedung menyelamatkan diri. Ini soal hidup dan mati.
Bersama Pak dokter, kami semua meminta maaf kepada si mbah (saya lupa namanya, si mbah sempat menyebutkan nama). Kami berlagak seperti cucu yang bersalah dan meminta maaf banget. Belakangan saya tau, Pak dokter suaminya mbak Nining tidak hanya bisa menyembuhkan orang sakit, tapi juga bisa merasakan kedatangan ‘tamu tak terduga’.
Selama hampir setengah jam, kami melakukan negosiasi agar si Mbah mau pergi.
“Ojok diterusno maneh” (Jangan rame-rame lagi) Akhirnya si mbah mau pergi, setelah sebelumnya bersikukuh keluar dari raga mbak finalis.
“Inggih, Mbaah..” teriak teman-teman bersama-sama.
“Wes, aku ngalih” (Sudah, ya, saya pergi). Pamit si Mbah, yang diiringi aura kelegaan. Kami ingin tertawa, tapi suasana masih mencekam. Lamat-lamat mulai terasa mencair.
Bersamaan dengan kepergian si Mbah, Mbak finalis langsung berteriak kencang sambil menangis lagi.
Saya bersama panitia akhirnya berinisiatif mengantarkan mbaknya pulang ke rumah dengan taksi. Lebih baik mbaknya segera ‘diasingkan’.
Di perjalanan, mbaknya sudah lumayan sadar, walaupun masih tampak lemas. Dia bertanya saya, “Mbak tadi saya kenapa?”
Demi kenyamanan, saya tidak cerita banyak. Saya hanya bilang, “Tadi mbaknya pingsan.”. Saya tau mbaknya masih curiga, tapi saya ajak dia ngobrol dengan hal-hal santai. Saya menduga, si mbak finalis ini karena lelah, lapar, membuat pikirannya jadi kosong.
Kejadian tahun 2015 itu sudah berlalu. Wajah dan mbak finalis sudah hilang dari ingatan saya. Namun suasana suram ruangan gedung malam itu dan lengkingan tawa si mbah masih terus nempel di kepala saya, dan juga teman-teman. Sejak saat itu saya makin percaya bahwa makhluk ghaib ada di
Komentar
Posting Komentar
Nama ::
Request LOKER ::