an nadham yang berjumlah dua ratus lima puluh empat baris.
Setelah dua minggu hasil jerih payahnya mulai tampak. Ninis telah mampu menghafalnya. Kini ia berkonsentrasi pada buku selanjutnya, nadham maqsud. Setiap hari ia juga membacanya berulang-ulang. Agar hafalannya menancap. Kini, dia tinggal menunggu audisi untuk bisa ikut wisuda.
Waktu terus saja berjalan. Ninis tidak menyadari kalau minggu depan sudah tanggal 5 April. Pendaftaran audisi dimulai. “Ninis, silahkan maju,” panggil team penguji audisi di ruangan lantai dua.
“Ya, Bu,” Ninis berjalan menuju kursi di depan penguji.
“Nis , pengujimu nanti pak Jufri!,”
Hati Ninis mendadak deg-degan. Ia tidak menyangka kalau penguji hafalannya nanti Pak Jufri. Seorang ustadz asal Kediri yang terkenal galak. Sempat dijuluki killer di pesantren At-Thahiriyyah. Perlahan rasa percaya diri gadis itu luntur.
Dan hari itu pun tiba.
“Kamu Ninis?” tanya pak Jufri sambil menatap santriwati di depannya.
“Ya, Pak,” jawab Ninis. Tubuhnya gemeteran. Nyalinya mulai menciut, dihantam tatapan ustadz Jufri.
“Kamu siap?”
Ninis mengangguk
“Sekarang coba baca bait Imrithy 33-45?. Jangan lamban, yang lain sudah pada menunggu.”
Ninis masih belum mengeluarkan ucapan. Tiba-tiba ia merogoh saku bajunya.
“Kamu mau lihat sobekan kitab?” ucap Pak Jufri saat melihat Ninis merogoh saku.
“Tid…tidak, Pak. Saya cuma mau baca Al-Fatihah untuk ibu dan guru saya yang tertera di surat kakak saya.”
Aneh, setelah membaca surat itu semangat Ninis mulai meletup kembali. Seperti ada kekuatan yang membantunya sehingga rasa optimisnya kembali berkobar. Ketakutannya pada kegagalan ikut audisi menjadi jauh lebih besar daripada pada tatapan pak Jufri. Hampir semua pertanyaan sanggup ia jawab. Hanya satu dua yang tidak bisa ia jawab, terlebih saat sampai di bab idlofah.
“Tina,” panggil team penguji saat Ninis telah selesai. Ia lalu keluar ruangan dengan perasaan lega, dan langsung menuju kamarnya.
***
PENGUMUMAN hasil audisi wisuda imrity dan maqsud telah dipasang. Para peserta berjubel di depan Mading sekolah. Mereka ribut membaca hasil pengumuman. Ninis lalu menyelinap di kerumunan itu. Ia langsung menuju ke depan kaca madding, berusaha mencari namanya.
“Tin, namaku kok tidak ada. Aku tidak lolos, hiks…hiks…,” Ninis menggoyang-goyang pundak Tina yang juga ikut membaca pengumuman. Mata Ninis merah dan kembali meneteskan air mata.
Tiba-tiba Tina berkata
“Nis, namamu ada di kertas yang ini. Di bawah namaku. Namamu tercantum di kertas pengumuman urutan lembar kertas kedua”
Ninis mengikuti arah telunjuk Tina dengan tatapan matanya. Betapa lega hati gadis itu kala tahu namanya tertera di lembar pengumuman kedua. Matanya kembali berbinar, riang. Tina lalu memeluk Ninis yang masih merah bola matanya. Sementara peserta yang tertera namun nilainya kosong langsung menjerit histeris. Bahkan ada yang sampai pingsan. Ninis berjalan ke kamarnya untuk mengambil uang. Ia berniat menelpon kakaknya. Namun di tengah jalan Ninis sadar, ada catatan penting di pengumuman itu yang dia lewatkan. Catatan yang berbunyi, ‘Masuk wisuda imrithy nilai minimal 80.’. Dan saat salah satu temannya menjelaskan tentang kriteria nilai minimal untuk masuk wisuda, Ninis paham bahwa dirinya tidak lolos. Pandangan Ninis tiba-tiba berkunangkunang, dan ia tak sadarkan diri.
Hingga dua hari berikutnya batin Ninis masih terguncang. Ia masih belum bisa menerima kenyataan, bahwa dirinya gagal. Bumi yang ia pijak seakan
Komentar
Posting Komentar
Nama ::
Request LOKER ::